Kekuatan Cinta dalam Perjuangan
Saat kembali dari Basel pekan lalu, kami sempat transit di Frankfurt selama 3 jam. Kota Frankfurt adalah salah satu kota yang dijadikan tempat pertandingan piala Dunia. Sayang kita hanya transit dan tak sempat keluar. Ketika itu, Jerman baru saja lolos ke perempat final setelah mengalahkan Swedia 2-0. Saat penantian itulah, saya terpikat pada Headline sebuah tabloid Jerman yang menulis ”Danke, Juergen fur diese Liebesnacht.” Artinya kira-kira, ”Terima kasih Juergen, atas malam-malam cinta.” Saya menebak ini pasti para pemain mengucapkan terima kasih karena, Juergen Klinsmann, pelatih kesebelasan Jerman, memberikan para pemain Jerman kebebasan dalam bercinta. Gairah para pemain dalam bercinta, bertemu istri atau kekasih mereka, justru dianggap sebagai pemicu semangat para pemain Jerman. Inilah slah satu faktor yang membuat Jerman unstoppable.
Erika Berger pernah mengatakan bahwa satu jam seks akan jauh lebih efektif dan membantu kita daripada lima jam latihan tekhnik dan taktik bola. ”Malam cinta adalah rahasia kemenangan kita” begitu sambung Erika. Kita tentu memaklumi, enam minggu bertanding di piala dunia tanpa boleh menyalurkan kebutuhan seksual tentu akan membuat kepala pemain pusing dan uring-uringan.
Fabio Cannavaro, kapten tim sekaligus pemain belakang Italia, bermain gemilang saat menghadapi Australia di perdelapan final lalu. Meski Tim Azzuri tampil hanya dengan 10 pemain, karena Marco Materazi memperoleh kartu merah, Cannavaro dengan gemilang mengomando lini belakang Italia dari gedoran pemain Australia. Terbukti memang kegemilangan Cannavaro. Italia baru kebobolan satu gol sejak pertandingan pertama di piala Dunia. Apa rahasia Cannavaro? Dalam wawancaranya usai pertandingan, juga dikutip Kompas kemarin, Cannavaro mengatakan 3 hal yang menjadi kunci keberhasilannya. Itu adalah makan dengan baik (diet), tidur cukup, dan melakukan hubungan seks. Saya tak pernah merokok, saya tak pernah minum alkohol. Hidup disiplin seperti ini bertahun-tahun membantu penampilan saya.
Betul memang, piala dunia kala ini berbeda sekali dengan saat-saat saya masih SD atau SMP dulu. Di tahun 60 sampai dengan 90-an lalu, wanita dianggap sebagai setan penggoda pemain bola. Herrera, pelatih Italia di tahun 90, mengatakan bahwa para pemain dilarang mendekati wanita, jika mereka sedang dalam persiapan menjelang pertandingan penting. Ia terang-terangan memanggil para istri pemain, ”Jangan memanjakan diri dengan seks, suamimu sedang punya tanggungjawab yang lebih penting, urusan negara. Jangan ganggu dia”. Jerman sendiri punya pengalaman yang sama dengan hal itu. Franz Beckenbauer mengatakan bahwa dahulu setiap kemenangan adalah kenangan yang pahit. Meski para fans riuh dalam kegembiraan, para pemain seperti orang bingung karena istri mereka ”diamankan” jauh dari mereka.
Tidak menyertakan wanita dalam sepakbola nampaknya memang kurang adil. Hampir sebagian besar fans sepakbola adalah wanita. Untunglah, sekarang para pelatih terlihat lebih longgar. Saat ini, istri-istri para pemain bola adalah selebritis yang menjadi bagian keriaan dari pesta sepakbola. Mereka diperbolehkan hadir bahkan bersama dengan anak-anak mereka. Istri dan anak-anak bukanlah hal yang kecil dalam karir seseorang. Saat David Beckham hancur mentalnya usai Piala Dunia 98, seluruh publik Inggris mencemooh. Orang tak ada yang mau peduli, apa yang sebenarnya terjadi dalam kesedihan hati Beckham. Tapi sang istri, tahu betapa berat beban yang dirasakan sang kekasih. Ia menjadi teman tempat Beckham menyandarkan diri dalam kalutnya. Ia menjadi teman bicara dan pendengar yang baik. Demikian pula saat Michel Ballack akan menghadapi pertandingan-pertandingan final. Ia gugup dan tangannya kerap gemetar sampai saat ia minum segelas air, beberapa titik air tumpah dari gelas yang dipeganginya. Tapi sang istri selalu ada membangkitkan kegairahannya. ”Buat saya, empat minggu tanpa istri saya adalah hal yang sangat berat”, kata Ballack. Demikian pula para istri pemain lainnya. Mereka adalah ”wind beneath the wing” yang mampu membuat para pemain terbang, bertahan, dan terus di atas.
Moral cerita ini adalah, bekerja dan bekerja, tanpa cinta akan membuat hidup kita kering. ”siapa tidak mencinta, dia akan jadi pemalas”. Keluarga adalah tempat menuai cinta sejati yang terbaik. Bagi para pemain bola, kata Cannavaro, sangat penting apa yang dilakukannya di luar lapangan. Sementara bagi kita dalam bekerja, hal yang sama terjadi, sangat penting apa yang dilakukan kita di luar kantor. Apa yang dilakukan bagi keluarga, dan bagi masyarakat, akan menentukan apa yang kita putuskan di kantor.
Semoga kekuatan cinta ini akan membuat pasukan Jerman malam ini bertempur dengan semangat. Tapi jangan lupa, di ujung sana mereka berhadapan dengan pasukan Argentina yang juga terkenal sebagai pecinta ulung....
(tulisan ini dibuat saat Jerman akan menghadapi Argentina pada perempat final piala dunia 2006 di Jerman, 30 Juni 2006)
Erika Berger pernah mengatakan bahwa satu jam seks akan jauh lebih efektif dan membantu kita daripada lima jam latihan tekhnik dan taktik bola. ”Malam cinta adalah rahasia kemenangan kita” begitu sambung Erika. Kita tentu memaklumi, enam minggu bertanding di piala dunia tanpa boleh menyalurkan kebutuhan seksual tentu akan membuat kepala pemain pusing dan uring-uringan.
Fabio Cannavaro, kapten tim sekaligus pemain belakang Italia, bermain gemilang saat menghadapi Australia di perdelapan final lalu. Meski Tim Azzuri tampil hanya dengan 10 pemain, karena Marco Materazi memperoleh kartu merah, Cannavaro dengan gemilang mengomando lini belakang Italia dari gedoran pemain Australia. Terbukti memang kegemilangan Cannavaro. Italia baru kebobolan satu gol sejak pertandingan pertama di piala Dunia. Apa rahasia Cannavaro? Dalam wawancaranya usai pertandingan, juga dikutip Kompas kemarin, Cannavaro mengatakan 3 hal yang menjadi kunci keberhasilannya. Itu adalah makan dengan baik (diet), tidur cukup, dan melakukan hubungan seks. Saya tak pernah merokok, saya tak pernah minum alkohol. Hidup disiplin seperti ini bertahun-tahun membantu penampilan saya.
Betul memang, piala dunia kala ini berbeda sekali dengan saat-saat saya masih SD atau SMP dulu. Di tahun 60 sampai dengan 90-an lalu, wanita dianggap sebagai setan penggoda pemain bola. Herrera, pelatih Italia di tahun 90, mengatakan bahwa para pemain dilarang mendekati wanita, jika mereka sedang dalam persiapan menjelang pertandingan penting. Ia terang-terangan memanggil para istri pemain, ”Jangan memanjakan diri dengan seks, suamimu sedang punya tanggungjawab yang lebih penting, urusan negara. Jangan ganggu dia”. Jerman sendiri punya pengalaman yang sama dengan hal itu. Franz Beckenbauer mengatakan bahwa dahulu setiap kemenangan adalah kenangan yang pahit. Meski para fans riuh dalam kegembiraan, para pemain seperti orang bingung karena istri mereka ”diamankan” jauh dari mereka.
Tidak menyertakan wanita dalam sepakbola nampaknya memang kurang adil. Hampir sebagian besar fans sepakbola adalah wanita. Untunglah, sekarang para pelatih terlihat lebih longgar. Saat ini, istri-istri para pemain bola adalah selebritis yang menjadi bagian keriaan dari pesta sepakbola. Mereka diperbolehkan hadir bahkan bersama dengan anak-anak mereka. Istri dan anak-anak bukanlah hal yang kecil dalam karir seseorang. Saat David Beckham hancur mentalnya usai Piala Dunia 98, seluruh publik Inggris mencemooh. Orang tak ada yang mau peduli, apa yang sebenarnya terjadi dalam kesedihan hati Beckham. Tapi sang istri, tahu betapa berat beban yang dirasakan sang kekasih. Ia menjadi teman tempat Beckham menyandarkan diri dalam kalutnya. Ia menjadi teman bicara dan pendengar yang baik. Demikian pula saat Michel Ballack akan menghadapi pertandingan-pertandingan final. Ia gugup dan tangannya kerap gemetar sampai saat ia minum segelas air, beberapa titik air tumpah dari gelas yang dipeganginya. Tapi sang istri selalu ada membangkitkan kegairahannya. ”Buat saya, empat minggu tanpa istri saya adalah hal yang sangat berat”, kata Ballack. Demikian pula para istri pemain lainnya. Mereka adalah ”wind beneath the wing” yang mampu membuat para pemain terbang, bertahan, dan terus di atas.
Moral cerita ini adalah, bekerja dan bekerja, tanpa cinta akan membuat hidup kita kering. ”siapa tidak mencinta, dia akan jadi pemalas”. Keluarga adalah tempat menuai cinta sejati yang terbaik. Bagi para pemain bola, kata Cannavaro, sangat penting apa yang dilakukannya di luar lapangan. Sementara bagi kita dalam bekerja, hal yang sama terjadi, sangat penting apa yang dilakukan kita di luar kantor. Apa yang dilakukan bagi keluarga, dan bagi masyarakat, akan menentukan apa yang kita putuskan di kantor.
Semoga kekuatan cinta ini akan membuat pasukan Jerman malam ini bertempur dengan semangat. Tapi jangan lupa, di ujung sana mereka berhadapan dengan pasukan Argentina yang juga terkenal sebagai pecinta ulung....
(tulisan ini dibuat saat Jerman akan menghadapi Argentina pada perempat final piala dunia 2006 di Jerman, 30 Juni 2006)