Football is Life

Tuesday, July 11, 2006

It's Time to Kill Our Cows

Ada satu hal kecil terlupakan yang perlu jadi catatan kita juga selama Piala Dunia kemarin. Ini kisah soal kesebelasan Ekuador. Secara mengejutkan mereka mampu lolos ke babak kedua. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Yang menarik adalah, Pelatih Ekuador, Luis Suarez sebelum berangkat ke Jerman memberikan sebuah buku pada ke-23 pemain Ekuador. Latihan pertama mereka adalah membaca buku. Buku itu adalah sebuah kisah tentang perjalanan seorang raja dengan abdinya yang tersesat di sebuah hutan.

Hari sudah larut malam. Sampailah mereka pada sebuah gubuk kecil. Sang Raja mengetuk pintu dan seseorang membukanya. ”Apa yang dapat saya lakukan untuk anda?” kata pemilik rumah, tanpa menyadari siapa yang datang. ”Kami mengalami masalah dalam perjalanan dan berharap apakah bisa menginap barang semalam di rumah ini? Kata sang Raja. "Tentu saja, mari masuk dan silakan anggap rumah anda sendiri" ujar pemilik rumah dengan ramahnya. Sang istri pemilik rumah kemudian menawarkan makan malam. Mereka menyajikan susu, keju, dan daging sapi muda.

Melihat hal tersebut, sang Raja bertanya, "Saya hanya melihat seekor sapi di depan rumah anda, bagaimana anda bisa hidup dan makan seperti malam ini?". Sang pemilik rumah menjawab,"Begini, sapi itu memberi kami susu, kemudian susu itu kami jual ke pasar. Hasilnya untuk makan kami setiap hari. Apalagi yang kami butuhkan dalam hidup ini?"

Merekapun menyelesaikan makan malam dan tidur. Esok paginya, sang Raja mengucapkan terima kasih dan pamit untuk meneruskan perjalanan. Setelah berjalan, sang Raja memerintahkan abdinya untuk kembali ke rumah itu dan membunuh sapi pemilik rumah tadi malam. Di tengah kekagetan, sang abdi tetap melaksanakan perintah Raja.

Waktu berjalan dan kejadian ini telah berlangsung lama hingga hampir dilupakan oleh sang Raja. Hingga pada suatu hari ia memerintahkan sang abdi untuk kembali ke tempat peternak sapi dan melihat apa yang terjadi pada keluarga mereka. Sesampainya di sana, ia terkaget-kaget. Ia melihat sebuah ranch yang luas, penuh dengan binatang ternak, memiliki penggilingan gandum, dan lumbung-lumbung makanan.

Terkaget, Sang abdipun mengetuk pintu rumah, dan dibuka oleh orang yang tak dikenalnya. "Apa yang dapat kami lakukan untukmu?" tanya sang pemilik rumah. "Saya pernah mampir di sini beberapa tahun lalu, tapi situasinya sangat jauh berbeda. Saya sedang berpikir, apa yang terjadi pada keluarga yang dulu tinggal di sini?" tanya sang abdi. "Itu pasti kami, karena kami tak pernah pindah" kata pemilik rumah. "Tapi bagaimana kamu bisa jadi kaya raya seperti ini". "Well sebenarnya, sesuatu yang aneh terjadi. Suatu pagi kami bangun dan menemukan sapi kami mati. Kami tak punya pilihan lain kecuali memikirkan bagaimana harus meneruskan hidup baru yang penuh dengan tantangan. Kami harus bekerja keras apabila ingin tetap hidup, itulah yang membawa kami menjadi seperti ini sekarang."

Luis Suarez meminta seluruh pemain Ekuador membaca buku ini. Usai membaca, ia mengumpulkan seluruh pemainnya dan berkata: "Gentlemen, we're going to play in a World Cup. It's time to kill your cows."

Kita lihat kemudian Ekuador bermain luar biasa dan mampu lolos ke babak kedua penyisihan grup. Sungguh prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini salah satunya adalah karena mereka mau keluar dari kenyamanan yang telah dimiliki selama ini untuk kemudian bekerja keras menggapai masa depan yang lebih baik. Kadang kita juga terjebak oleh kenyamanan2 seperti itu. Bekerja, mendapat gaji cukup, punya keluarga, anak yang sehat, apalagi yang kita inginkan? Kita bekerja untuk mencari nafkah. Nafkah itupun untuk membiayai keluarga. Mungkin itu saja sudah cukup bagi kita. Kalau cuma nafkah yang kita inginkan, biasanya memang hanya itulah yang kita dapat. Sekedar nafkah.....