Football is Life

Thursday, May 18, 2006

A Spanish Party : Memaknai Kembali Keberadaan Diri

"mes que un club" (more than just a club), itulah motto klub sepakbola Barcelona. Dan dinihari tadi (tentu sambil ngantuk-ngantuk nontonnya), Barcelona membuktikan bahwa ia memang bukan sekedar sebuah klub. Melalui 90 menit drama di Stade De France, Paris, Barcelona mengalahkan klub Londoners, Arsenal, 2-1, setelah di babak pertama sempat tertinggal 1-0. Permainan Barcelona sangat tegas (immaculate), tak mudah menyerah, dan disiplin. Kata-kata kunci bagi keberhasilan dimanapun jua.

Barcelona adalah klub yang layak dikagumi. Bukan karena permainannya semata. Tapi kesan yang diberikan bagi para pecintanya dan publik pada umumnya. Satu hal yang menjadi catatan saya, beberapa waktu lalu Presiden Barcelona mengumumkan bahwa 0,7 persen dari pendapatan tahunan klub Barcelona, mulai tahun 2006, akan disumbangkan bagi program CSR (Corporate Social Responsibilty). Dana itu akan disalurkan untuk pengentasan kemiskinan dan membantu pendidikan di negara-negara miskin. Tekhnis pelaksanaannya, dana itu akan diserahkan pada PBB guna mendukung kampanye Millennium Development Goals.

Ini adalah penggalangan dana terbesar yang pernah dilakukan sebuah klub bola. Barcelona, memang "mes que un club" (more than just a club), bukan sekedar klub bola, Pendapatan tahunan rata-rata klub ini mencapai 240 juta euros (atau $304.3 juta). Ia termasuk salah satu klub sepak bola terkaya di dunia.

Bukan hanya itu, Barcelona tak pernah mengijinkan kaos tim (jersey) warna scarlet dan birunya, untuk ditempeli sponsor-sponsor, sebagaimana layaknya kaos tim lain. Dana untuk sponsor itu justru dimanfaatkan untuk membantu kemanusiaan di berbagai penjuru dunia. "Kita merencanakan untuk menggunakan kaos tim Barcelona dalam mendukung kemanusiaan ke seluruh dunia” demikian Presiden Barcelona.

Dinihari tadi, Barcelona telah membuktikan kebesaran itu. Ia bergerak melebihi dirinya. Melewati batas-batasnya sebagai sebuah klub. Ia membuktikan ungkapan Longfellow, penyair Amerika di Abad 18, dalam sajaknya a Psalm of Life bahwa, “Impian itulah Hidup”. Selamat kepada Barcelona, A Homage to Catalonia.

Lesson learned: orang yang hanya sibuk mengurusi diri dan pekerjaannya ibarat klub bola yang hanya sibuk dengan permainannya. Ia bisa saja besar, Ia bisa saja sukses, dan Ia bisa saja dikagumi. Tapi ia tetap hanya sebuah klub bola. Tak mampu melebihi dirinya.

Wednesday, May 17, 2006

We're Staying Up

Buat pecinta drama sepakbola, ada dua momen penting yang harus disaksikan pada pertandingan-pertandingan akhir sebuah musim kompetisi. Pertama, pertarungan di papan atas. Di sana akan terpilih empat klub terbaik yang akan merebut tiket ke piala champion. Kedua, pertarungan di papan bawah. Tiga klub terbawah dari sebuah liga, otomatis akan lengser (relegated) ke divisi I. Bagi sebuah klub bola, ini adalah aib yang sangat memilukan. Tak ada yang bisa menjamin sampai kapan kita bisa keluar dari lubang divisi I, bisa setahun, bisa seumur hidup. Dan itu adalah hal yang paling menyedihkan terjadi dalam hidupmu. Oleh karenanya, pertandingan-pertandingan akhir untuk keluar dari posisi tiga terbawah, biasanya sangat menentukan dan penuh drama.

Salah satu pertandingan menarik untuk keluar dari posisi tiga terbawah di liga Inggris terjadi pada minggu ke 36 pertandingan. Di sana ada drama, teriakan, jeritan, tangis, pilu, dan air mata. Portsmouth vs Sunderland, 22 April 2006, Fratton Park, Portsmouth. Hari itu adalah hari yang penuh drama bagi para penggemar Portsmouth. Saya menyaksikan drama itu dengan haru dan tegang. Matthew Taylor dari Portsmouth mencetak penalti dramatis yang membuat para fans menahan nafas. Gol ini merupakan a giant step untuk mengamankan posisi Portsmouth menjauhi zona degradasi, meninggalkan West Brom, Birmingham, dan Sunderland. Meski sudah pasti relegasi, Sunderland main mati-matian malam itu. It's a matter of pride kata mereka. Ketegangan dan ketakutan bagi fans Portsmouth muncul ketika Tommy Miller membobol gawang Portsmouth. Untunglah Svetoslav Todorov and Taylor mampu membalikkan keadaan. Drama yang menegangkan tapi menarik. "We're staying up... we're staying up!!" teriak para penonton. Jeritan, tangis, dan air mata membasahi stadion Fratton Park, Portsmouth. Pelajaran bagi kita untuk jangan pernah menyerah sampai akhir. Dan malam itu adalah "The Great Escape" bagi para penggemar Portsmouth. Great Escape from Relegation.....